( ﻓﺼﻞ ) : ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ﻭﺁﺩﺍﺏ ﻗﺎﺿﻲ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ( ﻭﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ) ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﻧﺠﻮﺕ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﺃﻱ ﻗﻄﻌﺘﻪ، ﻓﻜﺄﻥ ﺍﻟﻤﺴﺘﻨﺠﻲ ﻳﻘﻄﻊ ﺑﻪ ﺍﻷﺫﻯ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ ( ﻭﺍﺟﺐ ﻣﻦ ) ﺧﺮﻭﺝ (ﺍﻟﺒﻮﻝ ﻭﺍﻟﻐﺎﺋﻂ ) ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ﺃﻭ ﺍﻟﺤﺠﺮ ﻭﻣﺎ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺟﺎﻣﺪ ﻃﺎﻫﺮ ﻗﺎﻟﻊ ﻏﻴﺮ ﻣﺤﺘﺮﻡ ( ﻭ ) ﻟﻜﻦ ( ﺍﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻨﺠﻲ ) ﺃﻭﻻً ( ﺑﺎﻷﺣﺠﺎﺭ ﺛﻢ ﻳﺘﺒﻌﻬﺎ ) ﺛﺎﻧﻴﺎً ( ﺑﺎﻟﻤﺎﺀ ) ﻭﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﺛﻼﺙ ﻣﺴﺤﺎﺕ، ﻭﻟﻮ ﺑﺜﻼﺛﺔ ﺃﻃﺮﺍﻑ ﺣﺠﺮ ﻭﺍﺣﺪ ( ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺃﻥ ﻳﻘﺘﺼﺮ ) ﺍﻟﻤﺴﺘﻨﺠﻲ (ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺃﻭ ﻋﻠﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﺣﺠﺎﺭ ﻳﻨﻘﻲ ﺑﻬﻦ ﺍﻟﻤﺤﻞ ) ﺇﻥ ﺣﺼﻞ ﺍﻹﻧﻘﺎﺀ ﺑﻬﺎ، ﻭﺇﻻ ﺯﺍﺩ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺣﺘﻰ ﻳﻨﻘﻰ، ﻭﻳﺴﻦ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺘﺜﻠﻴﺚ ( ﻓﺈﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻻﻗﺘﺼﺎﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻓﺎﻟﻤﺎﺀ ﺃﻓﻀﻞ ) ﻷﻧﻪ ﻳﺰﻳﻞ ﻋﻴﻦ ﺍﻟﻨﺠﺎﺳﺔ ﻭﺃﺛﺮﻫﺎ، ﻭﺷﺮﻁ ﺃﺟﺰﺍﺀ ﺍﻻﺳﺘﻨﺠﺎﺀ ﺑﺎﻟﺤﺠﺮ ﺃﻥ ﻻ ﻳﺠﻒ ﺍﻟﺨﺎﺭﺝ ﺍﻟﻨﺠﺲ، ﻭﻻ ﻳﻨﺘﻘﻞ ﻋﻦ ﻣﺤﻞ ﺧﺮﻭﺟﻪ، ﻭﻻ ﻳﻄﺮﺃ ﻋﻠﻴﻪ ﻧﺠﺲ ﺁﺧﺮ ﺃﺟﻨﺒﻲ ﻋﻨﻪ، ﻓﺈﻥ ﺍﻧﺘﻔﻰ ﺷﺮﻁ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺗﻌﻴﻦ ﺍﻟﻤﺎﺀ
Fasal
menjelaskan tentang istinja’ dan etika-etika orang yang buang hajat. Istinja’, yang diambil dari kata “najautus syai’a ai qhatha’tuhu” (aku memutus sesuatu) karena seakan- akan orang yang melakukan istinja’ telah memutus kotoran dari dirinya dengan istinja’ tersebut, hukumnya adalah wajib dilakukan sebab keluarnya air kencing atau air besar dengan menggunakan air atau batu dan barang-barang yang semakna dengan batu, yaitu setiap benda padat yang suci, bisa menghilangkan kotoran dan tidak dimuliakan oleh syareat. Akan tetapi yang lebih utama adalah pertama istinja’ dengan batu, kemudian kedua diikuti dengan istija’ menggunakan air. Dan yang wajib -ketika istinja’ dengan batu- adalah tiga kali usapan, walaupun dengan tiga sudutnya batu satu. Bagi orang yang istinja’, diperkenankan hanya menggunakan air atau tiga batu yang digunakan untuk membersihkan tempat najis, jika tempat tersebut sudah bisa bersih dengan tiga batu. Jika belum bersih, maka ditambah usapannya hingga tempatnya bersih. Dan setelah itu -setelah bersih- disunnahkan untuk mengulangi tiga kali. Ketika ia hanya ingin menggunakan salah satunya, maka yang lebih utama adalah menggunkan air. Karena sesungguhnya air bisa menghilangkan najisnya sekaligus sisa-sisanya. Syarat istinja’ menggunakan batu bisa mencukupi adalah najis yang keluar belum kering, tidak berpindah dari tempat keluarnya dan tidak terkena najis lain yang tidak sejenis (ajnabi). Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka harus istinja’ menggunakan air.
( ﻭﻳﺠﺘﻨﺐ ) ﻭﺟﻮﺑﺎً ﻗﺎﺿﻲ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ( ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ) ﺍﻵﻥ ﻭﻫﻲ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ( ﻭﺍﺳﺘﺪﺑﺎﺭﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺤﺮﺍﺀ ) ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺳﺎﺗﺮ ﺃﻭ ﻛﺎﻥ، ﻭﻟﻢ ﻳﺒﻠﻎ ﺛﻠﺜﻲ ﺫﺭﺍﻉ ﺃﻭ ﺑﻠﻐﻬﻤﺎ، ﻭﺑﻌﺪ ﻋﻨﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﺫﺭﻉ ﺑﺬﺭﺍﻉ ﺍﻵﺩﻣﻲ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ، ﻭﺍﻟﺒﻨﻴﺎﻥ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﻛﺎﻟﺼﺤﺮﺍﺀ ﺑﺎﻟﺸﺮﻁ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ، ﺇﻻ ﺍﻟﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﻌﺪ ﻟﻘﻀﺎﺀ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ، ﻓﻼ ﺣﺮﻣﺔ ﻓﻴﻪ ﻣﻄﻠﻘﺎً، ﻭﺧﺮﺝ ﺑﻘﻮﻟﻨﺎ ﺍﻵﻥ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻠﺔ ﺃﻭﻻً، ﻛﺒﻴﺖ ﺍﻟﻤﻘﺪﺱ ﻓﺎﺳﺘﻘﺒﺎﻟﻪ ﻭﺍﺳﺘﺪﺑﺎﺭﻩ ﻣﻜﺮﻭﻩ ( ﻭﻳﺠﺘﻨﺐ ) ﺃﺩﺑﺎً ﻗﺎﺿﻲ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ( ﺍﻟﺒﻮﻝ ) ﻭﺍﻟﻐﺎﺋﻂ ( ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﻛﺪ ) ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺠﺎﺭﻱ ﻓﻴﻜﺮﻩ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ ﻣﻨﻪ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻜﺜﻴﺮ، ﻟﻜﻦ ﺍﻷﻭﻟﻰ ﺍﺟﺘﻨﺎﺑﻪ، ﻭﺑﺤﺚ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻘﻠﻴﻞ ﺟﺎﺭﻳﺎً ﺃﻭ ﺭﺍﻛﺪﺍً (ﻭ ) ﻳﺠﺘﻨﺐ ﺃﻳﻀﺎً ﺍﻟﺒﻮﻝ ﻭﺍﻟﻐﺎﺋﻂ (ﺗﺤﺖ ﺍﻟﺸﺠﺮﺓ ﺍﻟﻤﺜﻤﺮﺓ ) ﻭﻗﺖ ﺍﻟﺜﻤﺮﺓ ﻭﻏﻴﺮﻩ
wajib untuk menghidar dari menghadap dan membelakangi kiblat yang sekarang, yaitu Ka’bah. Jika antara dia dan kiblat tidak ada satir, atau ada satir namun ukurannya tidak mencapai 2/3 dzira’, atau mencapai 2/3 dzira’ namun jaraknya dari dia lebih dari tiga dzira’ dengan ukuran dzira’nya anak Adam, sebagaimana yang diungkapkan oleh sebagian ulama’. Dalam hal ini, hukum buang hajat di dalam bangunan sama seperti di tanah lapang yaitu dengan syarat yang telah dijelaskan, kecuali bangunan yang memang disediakan untuk buang hajat, maka tidak ada hukum haram secara mutlak di sana. Dengan ucapanku “kiblat yang sekarang”, mengecualikan tempat yang menjadi kiblat terdahulu seperti Baitul Maqdis, maka hukum menghadap dan membelakanginya adalah makruh. Etika Yang Sunnah Bagi Orang Yang Buang Hajat Bagi orang yang buang hajat, sunnah menghindari kencing dan berak di air yang diam tidak mengalir. Adapun air yang mengalir, maka di makruhkan buang hajat di air mengalir yang sedikit tidak yang banyak, akan tetapi yang lebih utama adalah menghindarinya. Namun imam an Nawawi membahas bahwa hukumnya haram buang hajat di air yang sedikit, baik yang mengalir atau diam. Dan juga sunnah bagi orang yang buat hajat untuk menghindari kencing dan berak di bawah pohon yang bisa berbuah, baik di waktu ada buahnya ataupun tidak.
(ﻭ ) ﻳﺠﺘﻨﺐ ﻣﺎ ﺫﻛﺮ ( ﻓﻲ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ) ﺍﻟﻤﺴﻠﻮﻙ ﻟﻠﻨﺎﺱ (ﻭ ) ﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ (ﺍﻟﻈﻞ ) ﺻﻴﻔﺎً ﻭﻓﻲ ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﺷﺘﺎﺀ ( ﻭ ) ﻓﻲ ( ﺍﻟﺜﻘﺐ ) ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻨﺎﺯﻝ ﺍﻟﻤﺴﺘﺪﻳﺮ ﻭﻟﻔﻆ ﺍﻟﺜﻘﺐ ﺳﺎﻗﻂ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﻧﺴﺦ ﺍﻟﻤﺘﻦ (ﻭﻻ ﻳﺘﻜﻠﻢ ) ﺃﺩﺑﺎً ﻟﻐﻴﺮ ﺿﺮﻭﺭﺓ ﻗﺎﺿﻲ ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ( ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﻮﻝ ﻭﺍﻟﻐﺎﺋﻂ ) ﻓﺈﻥ ﺩﻋﺖ ﺿﺮﻭﺭﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻛﻤﻦ ﺭﺃﻯ ﺣﻴﺔ ﺗﻘﺼﺪ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎً ﻟﻢ ﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺣﻴﻨﺌﺬ (ﻭﻻ ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﺍﻟﻘﻤﺮ ﻭﻻ ﻳﺴﺘﺪﺑﺮﻫﻤﺎ ) ﺃﻱ ﻳﻜﺮﻩ ﻟﻪ ﺫﻟﻚ ﺣﺎﻝ ﻗﻀﺎﺀ ﺣﺎﺟﺘﻪ، ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻭﺿﺔ ﻭﺷﺮﺡ ﺍﻟﻤﻬﺬﺏ ﻗﺎﻝ : ﺇﻥ ﺍﺳﺘﺪﺑﺎﺭﻫﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﻤﻜﺮﻭﻩ . ﻭﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻮﺳﻴﻂ : ﺇﻥ ﺗﺮﻙ ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻟﻬﻤﺎ ﻭﺍﺳﺘﺪﺑﺎﺭﻫﻤﺎ ﺳﻮﺍﺀ، ﺃﻱ ﻓﻴﻜﻮﻥ ﻣﺒﺎﺣﺎً ﻭﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺤﻘﻴﻖ : ﺇﻥ ﻛﺮﺍﻫﺔ ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻟﻬﻤﺎ ﻻ ﺃﺻﻞ ﻟﻬﺎ . ﻭﻗﻮﻟﻪ : ﻭﻻ ﻳﺴﺘﻘﺒﻞ ﺇﻟﺦ، ﺳﺎﻗﻂ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﻧﺴﺦ ﺍﻟﻤﺘﻦ .
Dan sunnah menghindari apa telah disebutkan di atas di jalan yang dilewati manusia. Dan di tempat berteduh saat musim kemarau. Dan di tempat berjemur saat musim dingin. Dan di lubang yang ada di tanah, yaitu lubang bulat yang masuk ke dalam tanah. Lafadz “ats tsaqbu” tidak dicantumkan di dalam sebagian redaksi matan. Orang yang buang hajat hendaknya tidak berbicara tanpa ada darurat saat kencing dan berak karena untuk menjaga etika. Jika keadaan darurat menuntut untuk berbicara seperti orang yang melihat seekor ular yang hendak menyakiti seseorang, maka saat seperti itu tidak dimakruhkan untuk berbicara. Tidak menghadap dan membelakangi matahari dan rembulan. Maksudnya, bagi orang yang buang hajat dimakruhkan melakukan hal itu saat buang hajat. Akan tetapi di dalam kitab ar Raudlah dan Syarh al Muhadzdzab, imam an Nawawi berpendapat bahwa sesungguhnya membelakangi matahari dan rembulan - saat buang hajat- tidaklah dimakruhkan. Di dalam kitab syarh al Wasiht, beliau berkata bahwa sesungguhnya tidak menghadap dan tidak membelakangi keduanya adalah sama, maksudnya hukumnya mubah. Di dalam kitab at Tahqiq, beliau berkata bahwa sesungguhnya kemakruhan menghadap matahari dan rembulan tidak memiliki dalil. Ungkapan mushannif, “dan tidak menghadap ila akhir” tidak tercantum di dalam sebagian redaksi matan.
( ﻓﺼﻞ ) : ﻓﻲ ﻧﻮﺍﻗﺾ ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ﺍﻟﻤﺴﻤﺎﺓ ﺃﻳﻀﺎً ﺑﺄﺳﺒﺎﺏ ﺍﻟﺤﺪﺙ ( ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻳﻨﻘﺾ ) ﺃﻱ ﻳﺒﻄﻞ ( ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ﺧﻤﺴﺔ ﺃﺷﻴﺎﺀ ) ﺃﺣﺪﻫﺎ (ﻣﺎ ﺧﺮﺝ ﻣﻦ ) ﺃﺣﺪ ( ﺍﻟﺴﺒﻴﻠﻴﻦ ) ﺃﻱ ﺍﻟﻘﺒﻞ ﻭﺍﻟﺪﺑﺮ ﻣﻦ ﻣﺘﻮﺿﻰﺀ ﺣﻲّ ﻭﺍﺿﺢ ﻣﻌﺘﺎﺩﺍً ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺨﺎﺭﺝ ﻛﺒﻮﻝ ﻭﻏﺎﺋﻂ، ﺃﻭ ﻧﺎﺩﺭﺍً ﻛﺪﻡ ﻭﺣﺼﻰ ﻧﺠﺴﺎً ﻛﻬﺬﻩ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ، ﺃﻭ ﻃﺎﻫﺮﺍً ﻛﺪﻭﺩ ﺇﻻ ﺍﻟﻤﻨﻲ ﺍﻟﺨﺎﺭﺝ ﺑﺎﺣﺘﻼﻡ ﻣﻦ ﻣﺘﻮﺿﻰﺀ ﻣﻤﻜﻦ ﻣﻘﻌﺪﻩ ﻣﻦ ﺍﻷﺭﺽ، ﻓﻼ ﻳﻨﻘﺾ ﻭﺍﻟﻤﺸﻜﻞ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻨﺘﻘﺾ ﻭﺿﻮﺀﻩ ﺑﺎﻟﺨﺎﺭﺝ ﻣﻦ ﻓﺮﺟﻴﻪ ﺟﻤﻴﻌﺎً (ﻭ ) ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ( ﺍﻟﻨﻮﻡ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮ ﻫﻴﺌﺔ ﺍﻟﻤﺘﻤﻜﻦ ) ﻭﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﻧﺴﺦ ﺍﻟﻤﺘﻦ ﺯﻳﺎﺩﺓ ﻣﻦ ﺍﻷﺭﺽ ﺑﻤﻘﻌﺪﻩ، ﻭﺍﻷﺭﺽ ﻟﻴﺴﺖ ﺑﻘﻴﺪ، ﻭﺧﺮﺝ ﺑﺎﻟﻤﺘﻤﻜﻦ ﻣﺎ ﻟﻮ ﻧﺎﻡ ﻗﺎﻋﺪﺍً ﻏﻴﺮ ﻣﺘﻤﻜﻦ ﺃﻭ ﻧﺎﻡ ﻗﺎﺋﻤﺎً ﺃﻭ ﻋﻠﻰ ﻗﻔﺎﻩ ﻭﻟﻮ ﻣﺘﻤﻜﻨﺎً (ﻭ ) ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ (ﺯﻭﺍﻝ ﺍﻟﻌﻘﻞ ) ﺃﻱ ﺍﻟﻐﻠﺒﺔ ﻋﻠﻴﻪ ( ﺑﺴﻜﺮ ﺃﻭ ﻣﺮﺽ ) ﺃﻭ ﺟﻨﻮﻥ ﺃﻭ ﺇﻏﻤﺎﺀ ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ
(Fasal) menjelaskan perkara-perkara yang membatalkan wudlu’ yang disebut juga dengan “sebab-sebab hadats”. Perkara yang merusak, maksudnya yang membatalkan wudlu’ ada lima perkara. Sesuatu Yang Keluar dari Dua Jalan Salah satunya adalah sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur-nya orang yang memiliki wudlu, yang hidup dan jelas -jenis kelaminnya-. Baik yang keluar itu adalah sesuatu yang biasa keluar seperti kencing dan tahi, atau jarang keluar seperti darah dan kerikil. Baik yang najis seperti contoh- contoh ini, atau suci seperti ulat (kermi : jawa). Kecuali sperma yang keluar sebab mimpi yang dialami oleh orang yang memiliki wudlu’ yang tidur dengan menetapkan pantatnya di lantai, maka sperma tersebut tidak membatalkan wudlu’. Orang khuntsa musykil, wudlu’nya hanya bisa batal sebab ada sesuatu yang keluar dari kedua farjinya secara keseluruhan. Dan yang kedua adalah tidur dengan keadaan tidak menetapkan pantat. Dalam sebagian redaksi matan ada tambahan kata-kata “dari tanah dengan tempat duduknya”. Tanah bukanlah menjadi qayyid. Dengan bahasa “menetapkan pantat”, maka terkecuali kalau dia tidur dalam keadaan duduk yang tidak menetapkan pantat, tidur dalam keadaan berdiri atau tidur terlentang walaupun menetapkan pantatnya. Dan yang ketiga adalah hilangnya akal, maksudnya akalnya terkalahkan sebab mabuk, sakit, gila, epilepsi atau selainnya.
(ﻭ ) ﺍﻟﺮﺍﺑﻊ ( ﻟﻤﺲ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻷﺟﻨﺒﻴﺔ ) ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ﻭﻟﻮ ﻣﻴﺘﺔ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﺮﺟﻞ ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺫﻛﺮ ﻭﺃﻧﺜﻰ ﺑﻠﻐﺎ ﺣﺪ ﺍﻟﺸﻬﻮﺓ ﻋﺮﻓﺎً، ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﻤﺤﺮﻡ ﻣﻦ ﺣﺮﻡ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ ﻷﺟﻞ ﻧﺴﺐ ﺃﻭ ﺭﺿﺎﻉ ﺃﻭ ﻣﺼﺎﻫﺮﺓ ﻭﻗﻮﻟﻪ : (ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺣﺎﺋﻞ ) ﻳﺨﺮﺝ ﻣﺎ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﺣﺎﺋﻞ ﻓﻼ ﻧﻘﺾ ﺣﻴﻨﺌﺬ (ﻭ ) ﺍﻟﺨﺎﻣﺲ ﻭﻫﻮ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﻨﻮﺍﻗﺾ (ﻣﺲ ﻓﺮﺝ ﺍﻵﺩﻣﻲ ﺑﺒﺎﻃﻦ ﺍﻟﻜﻒ ) ﻣﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﺫﻛﺮﺍً ﺃﻭ ﺃﻧﺜﻰ ﺻﻐﻴﺮﺍً ﺃﻭ ﻛﺒﻴﺮﺍً ﺣﻴﺎً ﺃﻭ ﻣﻴﺘﺎً، ﻭﻟﻔﻆ ﺍﻵﺩﻣﻲ ﺳﺎﻗﻂ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﻧﺴﺦ ﺍﻟﻤﺘﻦ ﻭﻛﺬﺍ ﻗﻮﻟﻪ ( ﻭﻣﺲ ﺣﻠﻘﺔ ﺩﺑﺮﻩ ) ﺃﻱ ﺍﻵﺩﻣﻲ ﻳﻨﻘﺾ ( ﻋﻠﻰ ) ﺍﻟﻘﻮﻝ ( ﺍﻟﺠﺪﻳﺪ ) ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻘﺪﻳﻢ ﻻ ﻳﻨﻘﺾ ﻣﺲ ﺍﻟﺤﻠﻘﺔ، ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻬﺎ ﻣﻠﺘﻘﻰ ﺍﻟﻤﻨﻔﺬ ﻭﺑﺒﺎﻃﻦ ﺍﻟﻜﻒ ﺍﻟﺮﺍﺣﺔ ﻣﻊ ﺑﻄﻮﻥ ﺍﻷﺻﺎﺑﻊ، ﻭﺧﺮﺝ ﺑﺒﺎﻃﻦ ﺍﻟﻜﻒ ﻇﺎﻫﺮﻩ ﻭﺣﺮﻓﻪ، ﻭﺭﺅﻭﺱ ﺍﻷﺻﺎﺑﻊ ﻭﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﺎ ﻓﻼ ﻧﻘﺾ ﺑﺬﻟﻚ ﺃﻱ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺘﺤﺎﻣﻞ ﺍﻟﻴﺴﻴﺮ .
Yang ke empat adalah persentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan lain yang bukan mahram walaupun sudah meninggal dunia. Yang dikehendaki dengan laki-laki dan perempuan adalah laki-laki dan perempuan yang telah mencapai batas syahwat[1] secara ‘urf. Yang dikehendaki dengan mahram adalah wanita yang haram dinikah karena ikatan nasab, radla’ (tunggal susu) atau ikatan mushaharah (pernikahan). Perkataan mushannif, “tanpa ada penghalang -di antara keduanya-” mengecualikan seandainya terdapat penghalang di antara keduanya, maka kalau demikian tidak batal. Yang kelima, yaitu hal-hal yang membatalkan wudlu’ yang terakhir adalah menyentuh kemaluan anak Adam dengan bagian dalam telapak tangan, baik kemaluannya sendiri atau orang lain, laki-laki atau perempuan, kecil atau besar, masih hidup ataupun sudah meninggal dunia. Lafadz “anak Adam” tidak tercantum di dalam sebagian redaksi matan. Begitu juga tidak tercantum di sebagian redaksi adalah ungkapan mushannif “dan menyentuh lingkaran dubur anak Adam itu bisa membatalkan menurut pendapat qaul Jadid”. Menurut qaul Qadim, menyentuh lingkaran dubur anak Adam tidak membatalkan wudlu’. Yang dikehendaki dengan halqah adalah tempat bertemunya lubang keluarnya kotoran. Dan yang dikehendaki dengan bagian dalam tangan adalah telapak tangan beserta bagian dalam jari-jari tangan. Dikecualikan dari bagian dalam tangan yaitu bagian luar dan pinggir tangan, ujung jemari dan bagian di antara jemari. Maka tidak sampai membatalkan wudlu’ sebab menyentuh dengan bagian-bagian tersebut, maksudnya setelah menekan sedikit.
(فصل): في موجب الغسل. والغسل لغة سيلان الماء على الشيء مطلقاً وشرعاً سيلانه على جميع البدن بنية مخصوصة (والذي يوجب الغسل ستة أشياء ثلاثة) منها (تشترك فيها الرجال والنساء وهي التقاء الختانين) ويعبر عن هذا الالتقاء بإيلاج حي واضح غيب حشفة الذكر منه،أو قدرها من مقطوعها في فرج، ويصير الآدمي المولج فيه جنباً بإيلاج ما ذكر، أما الميت فلا يعاد غسله بإيلاج فيه، وأما الخنثى المشكل، فلا غسل عليه بإيلاج حشفته، ولا بإيلاج في قبله
(Fasal) menjelaskan tentang hal-hal yang mewajibkan mandi besar. Secara bahasa, mandi bermakna mengalirnya air pada sesuatu secara mutlak. Secara syara’ adalah bermakna mengalirnya air ke seluruh badan disertai niat tertentu. Sesuatu yang mewajibkan mandi ada enam perkara. Tiga di antaranya dialami oleh laki-laki dan perempuan, yaitu bertemunya alat kelamin. Bertemunya alat kelamin ini diungkapkan dengan arti, orang hidup yang jelas kelaminnya yang memasukkan hasyafah penisnya atau kira-kira hasyafah dari penis yang terpotong hasyafahnya ke dalam farji. Anak Adam yang dimasuki hasyafah menjadi junub sebab dimasuki oleh hasyafah yang telah disebutkan di atas. Sedangkan untuk mayat yang sudah di mandikan, maka tidak perlu dimandikan lagi ketika dimasuki haysafah. Adapun khuntsa musykil, maka tidak wajib baginya melakukan mandi sebab memasukkan hasyafahnya atau kemaluannya dimasuki hasyafah.
(و) من المشترك (إنزال) أي خروج (المنيّ) من شخص بغير إيلاج، وإن قل المني كقطرة، ولو كانت على لون الدم، ولو كان الخارج بجماع أو غيره في يقظة أو نوم بشهوة أو غيرها من طريقه المعتاد، أو غيره كأن انكسر صلبه، فخرج منيه (و) من المشترك (الموت) إلا في الشهيد (وثلاثة تختص بها النساء وهي الحيض) أي الدم الخارج من امرأة بلغت تسع سنين، (والنفاس) وهو الدم الخارج عقب الولادة، فإنه موجب للغسل قطعاً (والولادة) المصحوبة بالبلل موجبة للغسل قطعاً، والمجردة عن البلل موجبة للغسل في الأصح.
Di antara hal yang di alami oleh laki-laki dan perempuan adalah keluar sperma sebab selain memasukkan hasyafah. Walaupun sperma yang keluar hanya sedikit seperti satu tetes. Walaupun berwarna darah. Walaupun sperma keluar sebab jima’ atau selainnya, dalam keadaan terjaga atau tidur, disertai birahi ataupun tidak, dari jalur yang normal ataupun bukan seperti punggungnya belah kemudian spermanya keluar dari sana. Di antara yang dialami oleh keduanya adalah mati, kecuali orang yang mati syahid. Tiga hal yang mewajibkan mandi adalah tertentu dialami oleh kaum perempuan. Yaitu haidl, maksudnya darah yang keluar dari seorang wanita yang telah mencapai usia sembilan tahun. Dan nifas, yaitu darah yang keluar setelah melahirkan. Maka sesungguhnya nifas mewajibkan mandi secara mutlak. Melahirkan yang disertai dengan basah-basah mewajibkan mandi secara pasti. Sedangkan melahirkan yang tidak disertai basah-basah mewajibkan mandi menurut pendapat ashah.
(فصل): وفرائض الغسل ثلاثة أشياء. أحدها (النية) فينوي الجنب رفع الجنابة أو الحدث الأكبر ونحو ذلك، وتنوي الحائض أو النفساء رفع حدث الحيض أو النفاس، وتكون النية مقرونة بأول الفرض، وهو أول ما يغسل من أعلى البدن أو أسفله، فلو نوى بعد غسل جزء وجب إعادته (وإزالة النجاسة إن كانت على بدنه) أي المغتسل وهذا ما رجحه الرافعي وعليه فلا تكفي غسلة واحدة عن الحدث والنجاسة، ورجح النووي الاكتفاء بغسلة واحدة عنهما، ومحله ما إذا كانت النجاسة حكمية، أما إذا كانت النجاسة عينية وجب غسلتان عندهما
(Fasal) fardlunya mandi ada tiga perkara. Salah satunya adalah niat. Maka orang yang junub niat menghilangkan hadats jinabah, menghilangkan hadats besar atau niat-niat sesamanya. Sedangkan untuk wanita haidl dan wanita nifas, niat menghilangkan hadats haidl atau hadats nifas. Niat yang dilakukan harus bersamaan dengan awal kefarduan, yaitu awal bagian badan yang terbasuh, baik dari badan bagian atas atau bagian bawah. Sehingga, kalau dia melakukan niat setelah membasuh bagian badan, maka wajib untuk mengulangi basuhan bagian tersebut. Fardlu kedua adalah menghilangkan najis jika terdapat di badannya, yaitu badan orang yang melakukan mandi besar. Hal ini (menghilangkan najis) adalah pendapat yang dikuatkan (tarjih) oleh imam ar Rafi’i. Berdasarkan pendapat ini, maka satu basuhan tidak cukup untuk menghilangkan hadats dan najis sekaligus. Imam An Nawawi men-tarjih (menguatkan) bahwa satu basuhan sudah dianggap cukup untuk menghilangkan hadats dan najis sekaligus. Tempatnya Pendapat imam an Nawawi ini adalah ketika najis yang berada di badan adalah najis hukmiyah. Sedangkan jika berupa najis ‘ainiyah, maka wajib melakukan dua basuhan untuk najis dan hadats tersebut.
(وإيصال الماء إلى جميع الشعر والبشرة) وفي بعض النسخ بدل جميع أصول، ولا فرق بين شعر الرأس وغيره، ولا بين الخفيف منه والكثيف، والشعر المضفور إن لم يصل الماء إلى باطنه إلا بالنقض وجب نقضه، والمراد بالبشرة ظاهر الجلد، ويجب غسل ما ظهر من صماخي أذنيه ومن أنف مجدوع، ومن شقوق بدن، ويجب إيصال الماء إلى ما تحت القلفة من الأقلف، وإلى ما يبدو من فرج المرأة عند قعودها لقضاء حاجتها، ومما يجب غسله المسربة، لأنها تظهر في وقت قضاء الحاجة، فتصير من ظاهر البدن (وسننه) أي الغسل (خمسة أشياء التسمية والوضوء) كاملاً (قبله) وينوي به المغتسل سنة الغسل إن تجردت جنابته عن الحدث الأصغر (وإمرار اليد على) ما وصلت إليه من (الحسد) ويعبر عن هذا الإمرار بالدلك (والموالاة) وسبق معناها في الوضوء (وتقديم اليمنى) من شقيه (على اليسرى) وبقي من سنن الغسل أمور مذكورة في المبسوطات منها التثليث وتخليل الشعر.
Fardlu ketiga adalah mengalirkan air ke seluruh bagian rambut dan kulit badan. Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa “ushul (pangkal)” sebagai ganti dari bahasa “jami’ (seluruh)”. Tidak ada perbedaan antara rambut kepala dan selainnya, antara rambut yang tipis dan yang lebat. Rambut yang digelung, jika air tidak bisa masuk ke bagian dalamnya kecuali dengan diurai, maka wajib untuk diurai. Yang dikehendaki dengan kulit adalah kulit bagian luar. Dan wajib membasuh bagian-bagian yang nampak dari lubang kedua telinga, hidung yang terpotong dan cela-cela badan. Dan wajib mengalirkan air ke bagian di bawah kulupnya orang yang memiliki kulup (belum disunnat). Dan mengalirkan air ke bagian farji perempuan yang nampak saat ia duduk untuk buang hajat. Di antara bagian badan yang wajib dibasuh adalah masrabah (tempat keluarnya kotoran (Bol : jawa). Karena sesungguhnya bagian itu nampak saat buang hajat sehingga termasuk dari badan bagian luar. Sunnahnya mandi ada lima yaitu membaca basmalah, Berwudhu secara sempurna sebelum mandi dengan niat untuk kesunnahan mandi apabila janabahnya sepi dari hadas kecil, Menggerakkan dan menggosokkan tangan pada tubuh yang terjangkau tangan. Pergerakan tangan ini disebut dengan dalk (menggosok). Bersegera (muwalat) yang maknanya sudah dijelaskan dalam bab wudhu. Mendahulukan yang kanan dari dua sisi tubuh dan mengakhirkan yang kiri. Masih ada sunnah-sunnahnya mandi yang disebut dalam kitab mabsutot salah satunya menigalikan dan menyela-nyela rambut.
(فصل): والاغتسالات المسنونة سبعة عشر غسلا (غسل الجمعة) لحاضرها ووقته من الفجر الصادق (و) غسل (العيدين) الفطر والأضحى، ويدخل وقت هذا الغسل بنصف الليل (والاستسقاء) أي طلب السقيا من الله (والخسوف) للقمر (والكسوف) للشمس (والغسل من) أجل (غسل الميت) مسلماً كان أو كافراً (و) غسل (الكافر إذا أسلم) إن لم يجنب في كفره أو لم تحض الكافرة، وإلا وجب الغسل بعد الإسلام في الأصح، وقيل يسقط إذا أسلم (والمجنون والمغمى عليه إذا أفاقا) ولم يتحقق منهما إنزال فإن تحقق منهما إنزال وجب الغسل على كل منهما
(Fasal) mandi-mandi yang disunnahkan ada tujuh belas mandi. Yaitu mandi Jum’at bagi orang yang hendak menghadirinya. Dan waktunya mulai dari terbitnya fajar shadiq. Dan mandi dua hari raya, yaitu hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha. Waktunya mandi ini mulai tengah malam. Mandi sholat istisqa’, yaitu meminta siraman dari Allah Swt. Mandi karena hendak melakukan sholat gerhana rembulan dan gerhana matahari. Dan mandi karena memandikan mayat orang Islam atau kafir. Dan mandinya orang kafir ketika masuk Islam jika dia tidak junub di masa kufurnya. Atau wanita kafir yang tidak mengalami haidl -saat masih kufur-. Jika junub atau haidl, maka wajib bagi mereka berdua untuk melakukan mandi setelah masuk Islam menurut pendapat al ashah. Ada yang mengatakan bahwa kewajiban mandinya telah gugur ketika masuk Islam. Dan mandinya orang gila atau pingsan ketika keduanya telah sembuh dan tidak dipastikan mereka berdua telah mengeluarkan sperma -saat belum sembuh-. Sehingga, jika dipastikan bahwa keduanya telah mengeluarkan sperma, maka wajib bagi mereka berdua untuk mandi.
(والغسل عند) إرادة (الإحرام) ولا فرق في هذا الغسل بين بالغ وغيره، ولا بين مجنون وعاقل، ولا بين طاهر وحائض، فإن لم يجد المحرم الماء تيمم. (و) الغسل (لدخول مكة) لمحرم بحج أو عمرة (وللوقوف بعرفة) في تاسع ذي الحجة (وللمبيت بمزدلفة ولرمي الجمار الثلاث) في أيام التشريق الثلاث، فيغتسل لرمي كل يوم منها غسلاً، أما رمي جمرة العقبة في يوم النحر، فلا يغتسل له لقرب زمنه من غسل الوقو ف (و) الغسل (للطواف) الصادق بطواف قدوم وإفاضة ووداع، وبقية الأغسال المسنونة مذكورة في المطولات.
Mandi ketika hendak ihram. Dalam mandi ini, tidak ada perbedaan antara orang sudah baligh dan selainnya, antara orang gila dan orang yang memiliki akal sehat, antara orang yang suci dan wanita yang haidl. Jika orang yang ihram itu tidak menemukan air, maka sunnah melakukan tayammum. Mandi karena hendak masuk Makkah bagi orang yang ihram haji atau umrah. Mandi karena wukuf di Arafah pada tanggal sembilan Dzul Hijjah. Mandi karena untuk mabit (bermalam) di Muzdalifah, dan karena untuk melempar jumrah tsalats (tiga jumrah) pada tiga hari tasyrik. Maka dia sunnah melakukan mandi untuk melempar jumrah setiap hari dari tiga hari tasyrik. Sedangkan untuk melempar jumrah Aqabah di hari Nahar (hari raya kurban), maka dia tidak sunnah mandi karena hendak melakukannya, sebab waktunya terlalu dekat dari mandi untuk wukuf. Dan mandi karena untuk melakukan thawaf yang mencakup thawaf Qudum, Ifadlah dan Wada’. Sisa-sisa mandi yang disunnah telah dijelaskan di kitab-kitab yang panjang keterangan.
Selanjutnya klik disini